Pages

Minggu, 15 Mei 2011

From Cangke With Love





   Anda merasa sebagai pasangan paling sempurna di dunia ini ? ataukah Pasangan anda adalah segalanya untuk anda ? Bila anda mengatakan “ya” maka anda harus meninjau kembali pernyataan anda bila belum mendatangi pulau cangke. Lebih tepatnya di desa Mattiro dolangeng, kecamatan Liukang Tuppabiring, Kabupaten pangkep. Untuk datang ke tempat ini, anda harus naik perahu atau yang lebih dikenal dengan katinting. Anda bisa naik katinting dari pelabuhan Paotere, Makassar. Perjalanan kesana memakan waktu paling lama 3 jam dan paling cepat 2 jam, dengan membayar sekitar 20 s/d 30 ribu.


   Penghuni pulau Cangke hanya ada 3 orang, yaitu Daeng Abu, Istri dg. Abu yaitu Daeng Te’ne, dan Iparnya pak Kacong. Saat pertama kali melihat mereka, yang terlintas di kepalaku adalah mereka adalah potret kemiskinan rakyat Indonesia, namun ternyata perkiraanku salah. Mereka adalah potret kehidupan orang yang kaya, namun buakn dari segi materi. Meskipun hidup sederhana, tapi mereka masih mau berbagi dengan orang lain. Contohnya saat mereka pergi memancing, mereka memberikan enam ekor ikan kepada kami,itulah hal yang semakin membuatku terharu karena masih ada orang seperti mereka yang mau berbagi. Hal yang sangat kontras bila dibandingkan dengan kehidupan di perkotaan yang orang orang didalamnya saling berebut kekuasaan.


   Menurutku, Daeng Abu dan Istrinya merupakan pasangan paling romantis di dunia ini sebab mereka saling mengisi satu sama lain. Karena mata daeng Abu buta, istrinya yang jadi penunjuk jalan sekaligus mata baru baginya, begitupun sebaliknya, istrinya agak kurang peka dalam hal pendengaran maka Dg. Abu lah yang menjadi telinganya sekaligus penerjemah dari istrinya. Jika mereka sedang makan ikan contohnya, istrinya lah yang memilah milah daging dan membuang tulangnya, nanti setelah suaminya selesai makan baru isrinya makan. Dimana lagi kita dapat melihat pemandangan langka dan sangat romantis seperti ini ? mereka tidak romantis melalui perkataan, melainkan dari perbuatan. Istri Dg. Abu adalah bentuk dari kesetiaan seorang istri kepada suaminya. Saat suaminya terkena musibah, beliau masih setia mendampinginya hingga saat ini. Beda halnya dengan pasangan suami istri yang ada di kota kota besar, jangankan masalah kesetiaan, mungkin perasaan nya pun dapat kita pertanyakan.


   Mereka tinggal di Pulau Cangke sejak tahun 1972, atau sudah 39 tahun menetap disana. Mereka dikaruniai 6 orang anak, namun yang masih hidup hingga kini hanya satu orang, sedangkan yang lainnya telah kembali ke Sang Pencipta. Anaknya bekerja di Pulau Pala sebagai pembuat perahu sehingga dia jarang pulang untuk menjenguk orang tuanya. Dg Abu sudah banyak mengalami pengalaman buruk sejak menetap disana, mulai dari perampok sampai dengan pemerintah yang pelan pelan ingin mengusirnya dari tempat itu. Alasannya karena Pulau cangke menyimpan banyak hasil laut yang bila dijual dapat mencapai harga jutaan. Namun Beliau tetap sabar dan setia menjaga tempat itu dari penjarah kekayaan laut. Saat ini telah dibangun tempat penangkaran telur penyu oleh pemerintah, namun menurutku hal itu hanyalah alasan agar tempat itu bisa dijadikan tempat wisata. Namun Dg Abu dengan menolaknya, dia tidak ingin pindah dari Pulau yang telah didiaminya selama puluhan tahun. Menurut penjelasan DG Abu, penyu betina sekali bertelur bisa sampai dengan 140an biji telur, dan paling sedikit 130 biji telur. Kurun waktu sampai telur penyu menetas adalah 47 hari. Menurut berita yang dia dengarkan di radio, satu telur penyu dihargai sepuluh ribu rupiah, seharusnya Dg Abu menerima sebesar Satu juta tujuh ratus ribu setiap kali penyu bertelur, namun kenyataannya beliau hanya dibayar dua ratus sampai tiga ratus ribu. Hal yang sangat disayangkan mengingat bahwa masih ada oknum yang merampas hak beliau. Padahal jika beliau tidak ada, mungkin populasi penyu akan berkurang setiap tahunnya mengingat penyu masih diburu hingga saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar